Dalam sebuah kisah, diceritakan bahwa ada seorang lelaki tua sedang berjalan-jalan di tepi sungai. Saat berjalan-jalan, terlihatlah olehnya seorang anak sedang mengambil wudhu sambil menangis. Lalu ia beratanya, “Wahai anak kecil, kenapa kamu menangis?”
Anak itu menjawab, “Wahai kakek, saya telah membaca ayat Al-Quran sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi, “Yâ ayyuhal-ladzîna âmanû qû anfusakum,”yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah olehmu sekalian akan dirimu.” Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam api neraka.”
Berkata orang tua itu, “Wahai anak, janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalam api neraka.”
Anak itu menjawab, “Wahai kakek, kakek adalah orang yang berakal, tidakkah kakek lihat kalau orang menyalakan api, maka yang pertama akan mereka letakkan ialah ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian baru mereka letakkan yang besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini akan dibakar dahulu sebelum dibakar orang dewasa.”
Berkata orang tua itu, sambil menangis, “Sesungguh anak ini lebih takut kepada neraka daripada orang yang dewasa, maka bagaimanakah keadaan kami nanti?”
Bayangkan bila saja yang diceritakan dalam potongan kisah tersebut adalah anak kita. Anak yang kita lahirkan dan besarkan dengan keringat dan jerih payah. Tentu betapa beruntung dan berbahagianya kita sebagai orang tua. Betapa pun banyak keringat yang telah tercucur, tenaga yang telah terkuras, pikiran dan waktu yang telah tersita, semua takkan ada apa-apanya dibandingkan dengan hasil yang kita peroleh, yaitu anak yang shaleh.
Memiliki anak shaleh merupakan dambaan setiap keluarga. Di samping sebagai penerus keturunan, kelak anak shaleh juga akan menjadi investasi di masa yang akan datang. Do’a-do’a anak shaleh adalah pahala yang akan terus mengalir tanpa henti. Ia akan menembus langit dan akhirnya sampai kepada kita sebagai orang tua sebelum ataupun sesudah kita mati.
Berkeinginan memiliki anak yang shaleh bukanlah khayalan. Siapa pun orangnya sama memiliki kesempatan untuk mewujudkannya. Kehadiran anak shaleh dalam sebuah keluarga bukanlah mu’jizat atau turun dari langit dengan sendirinya. Ia akan hadir di tengah-tengah kita tiada lain merupakan buah dari usaha yang kita lakukan dalam mendidiknya. Bila kita berkeinginan dan berusaha keras mendidik anak agar menjadi anak yang shaleh, maka ia akan tumbuh sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tetapi jika tidak, keinginan untuk memiliki anak shaleh hanyalah sebuah angan-angan dan hayalan semata.
Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”
Berikut adalah beberapa metode dalam mendidik anak, agar anak diharapkan dapat memiliki sikap dan perilaku yang baik serta sesuai dengan keinginan orang tua dengan berlandaskan norma dan agama.
1.Keteladanan
Keluarga, khususnya orang tua adalah figur awal bagi seorang anak untuk diikuti dan dicontoh perilakunya. Ketika anak mulai beranjak remaja, fungsi ini mulai bergeser kepada kelompok sebaya-nya ataupun figur-figur lain di luar keluarga, seperti tokoh-tokoh dalam film atau cerita. Oleh karena itu, sudah seharusnya orang tua dapat memberikan pondasi awal yang kuat tentang sikap dan perilaku yang positif. Dengan demikian kelak ketika anak dihadapkan kepada situasi yang sangat kompleks, anak akan lebih siap dan konsisten terhadap pendiriannya.
Agar tujuan ini terwujud, maka tentunya harus ada keteladanan dari orang tua. Ingatlah suatu perbuatan orang tua tidak akan efektif bila hanya terjadi komunikasi satu arah. Berilah contoh yang kepada anak mengenai perilaku yang baik dari orang tua mereka sehari-hari. Ini bisa dimulai dengan hal-hal yang biasa sehari-hari kita lakukan di rumah. Dengan begitu, kedepan diharapkan anak akan dapat mulai sedikit demi sedikit mencontoh perilaku yang positif dari orang tuanya.
2.Pembiasaan
Setelah adanya contoh yang baik dari orang tua, maka perlu dilakukan pembiasaan dari perilaku-perilaku yang telah dilakukan tadi. Hal ini penting karena dihawatirkan bila orang tua saat tak ada disisi mereka, perilaku-perilaku yang anak lakukan akan dapat berubah kembali. Dengan adanya pembiasaan, maka perilaku positif tersebut akan menjadi tabiat positif anak sehingga ada atau tidak ada orang tua, hal-hal positif tetap mereka lakukan.
3.Nasihat
Selanjutnya adalah nasihat. Dikala proses diatas berlangsung, orang tua juga harus senantiasa memberikan pengertian-pengertian ataupun pemahaman-pemahaman kepada anak mengapa suatu perilaku itu harus dilakukan, apa manfaatnya, baik untuk diri sendiri dan yang terpenting untuk orang lain.
4.Kontrol
Setelah langkah-langkah di atas berjalan dengan baik, maka selanjutnya adalah kontrol dari orang tua. Dalam pelaksanaannya, kontrol yang dilakukan mesti dijalankan secara arif dan bijaksana, tidak dengan membuat posisi anak menjadi tersudut, sehingga kontrol justru tidak menjadi efektif.
5. Reward and Punishment
Yang terakhir adalah memberikan hadiah dan hukuman. Di samping poin-poin di atas, tips kelima ini juga tak kalah pentingnya untuk menumbuhkan minat dan tanggung jawab pada anak. Namun dari pada itu, sebelumnya harus dingat oleh para orang tua bahwa pemberian hukuman kepada anak dimaksudkan untuk mendidik anak bukan untuk menyudutkan apalagi melukai fisik.
Hukuman yang diberikan tidak hanya semata-mata berbentuk fisik, tetapi juga bisa dilakukan hal-hal lain seperti dengan pengurangan hak, atau pemberian suatu tugas tambahan. Andaikata hukuman fisik terpaksa diberikan, maka harus diperhatikan bahwa cubitan kecil ataupun pukulan ringan bisa bisa diberikan dengan syarat: tidak boleh di bagian-bagian vital anak, tidak boleh pada bagian atas tubuh (perut, dada, leher, kepala, punggung) dan tidak boleh meninggalkan bekas.(muslimahzone.com)
Anak itu menjawab, “Wahai kakek, saya telah membaca ayat Al-Quran sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi, “Yâ ayyuhal-ladzîna âmanû qû anfusakum,”yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah olehmu sekalian akan dirimu.” Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam api neraka.”
Berkata orang tua itu, “Wahai anak, janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalam api neraka.”
Anak itu menjawab, “Wahai kakek, kakek adalah orang yang berakal, tidakkah kakek lihat kalau orang menyalakan api, maka yang pertama akan mereka letakkan ialah ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian baru mereka letakkan yang besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini akan dibakar dahulu sebelum dibakar orang dewasa.”
Berkata orang tua itu, sambil menangis, “Sesungguh anak ini lebih takut kepada neraka daripada orang yang dewasa, maka bagaimanakah keadaan kami nanti?”
Bayangkan bila saja yang diceritakan dalam potongan kisah tersebut adalah anak kita. Anak yang kita lahirkan dan besarkan dengan keringat dan jerih payah. Tentu betapa beruntung dan berbahagianya kita sebagai orang tua. Betapa pun banyak keringat yang telah tercucur, tenaga yang telah terkuras, pikiran dan waktu yang telah tersita, semua takkan ada apa-apanya dibandingkan dengan hasil yang kita peroleh, yaitu anak yang shaleh.
Memiliki anak shaleh merupakan dambaan setiap keluarga. Di samping sebagai penerus keturunan, kelak anak shaleh juga akan menjadi investasi di masa yang akan datang. Do’a-do’a anak shaleh adalah pahala yang akan terus mengalir tanpa henti. Ia akan menembus langit dan akhirnya sampai kepada kita sebagai orang tua sebelum ataupun sesudah kita mati.
Berkeinginan memiliki anak yang shaleh bukanlah khayalan. Siapa pun orangnya sama memiliki kesempatan untuk mewujudkannya. Kehadiran anak shaleh dalam sebuah keluarga bukanlah mu’jizat atau turun dari langit dengan sendirinya. Ia akan hadir di tengah-tengah kita tiada lain merupakan buah dari usaha yang kita lakukan dalam mendidiknya. Bila kita berkeinginan dan berusaha keras mendidik anak agar menjadi anak yang shaleh, maka ia akan tumbuh sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tetapi jika tidak, keinginan untuk memiliki anak shaleh hanyalah sebuah angan-angan dan hayalan semata.
Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”
Berikut adalah beberapa metode dalam mendidik anak, agar anak diharapkan dapat memiliki sikap dan perilaku yang baik serta sesuai dengan keinginan orang tua dengan berlandaskan norma dan agama.
1.Keteladanan
Keluarga, khususnya orang tua adalah figur awal bagi seorang anak untuk diikuti dan dicontoh perilakunya. Ketika anak mulai beranjak remaja, fungsi ini mulai bergeser kepada kelompok sebaya-nya ataupun figur-figur lain di luar keluarga, seperti tokoh-tokoh dalam film atau cerita. Oleh karena itu, sudah seharusnya orang tua dapat memberikan pondasi awal yang kuat tentang sikap dan perilaku yang positif. Dengan demikian kelak ketika anak dihadapkan kepada situasi yang sangat kompleks, anak akan lebih siap dan konsisten terhadap pendiriannya.
Agar tujuan ini terwujud, maka tentunya harus ada keteladanan dari orang tua. Ingatlah suatu perbuatan orang tua tidak akan efektif bila hanya terjadi komunikasi satu arah. Berilah contoh yang kepada anak mengenai perilaku yang baik dari orang tua mereka sehari-hari. Ini bisa dimulai dengan hal-hal yang biasa sehari-hari kita lakukan di rumah. Dengan begitu, kedepan diharapkan anak akan dapat mulai sedikit demi sedikit mencontoh perilaku yang positif dari orang tuanya.
2.Pembiasaan
Setelah adanya contoh yang baik dari orang tua, maka perlu dilakukan pembiasaan dari perilaku-perilaku yang telah dilakukan tadi. Hal ini penting karena dihawatirkan bila orang tua saat tak ada disisi mereka, perilaku-perilaku yang anak lakukan akan dapat berubah kembali. Dengan adanya pembiasaan, maka perilaku positif tersebut akan menjadi tabiat positif anak sehingga ada atau tidak ada orang tua, hal-hal positif tetap mereka lakukan.
3.Nasihat
Selanjutnya adalah nasihat. Dikala proses diatas berlangsung, orang tua juga harus senantiasa memberikan pengertian-pengertian ataupun pemahaman-pemahaman kepada anak mengapa suatu perilaku itu harus dilakukan, apa manfaatnya, baik untuk diri sendiri dan yang terpenting untuk orang lain.
4.Kontrol
Setelah langkah-langkah di atas berjalan dengan baik, maka selanjutnya adalah kontrol dari orang tua. Dalam pelaksanaannya, kontrol yang dilakukan mesti dijalankan secara arif dan bijaksana, tidak dengan membuat posisi anak menjadi tersudut, sehingga kontrol justru tidak menjadi efektif.
5. Reward and Punishment
Yang terakhir adalah memberikan hadiah dan hukuman. Di samping poin-poin di atas, tips kelima ini juga tak kalah pentingnya untuk menumbuhkan minat dan tanggung jawab pada anak. Namun dari pada itu, sebelumnya harus dingat oleh para orang tua bahwa pemberian hukuman kepada anak dimaksudkan untuk mendidik anak bukan untuk menyudutkan apalagi melukai fisik.
Hukuman yang diberikan tidak hanya semata-mata berbentuk fisik, tetapi juga bisa dilakukan hal-hal lain seperti dengan pengurangan hak, atau pemberian suatu tugas tambahan. Andaikata hukuman fisik terpaksa diberikan, maka harus diperhatikan bahwa cubitan kecil ataupun pukulan ringan bisa bisa diberikan dengan syarat: tidak boleh di bagian-bagian vital anak, tidak boleh pada bagian atas tubuh (perut, dada, leher, kepala, punggung) dan tidak boleh meninggalkan bekas.(muslimahzone.com)
0 komentar:
Posting Komentar